Kamis, 03 Desember 2015

JEJAK PEDULI DI TEKASALO


JEJAK PEDULI DI TEKASALOKemitraan – KBCF. Program yang baik adalah yang mampu menciptakan kemandirian. Begitulah...
Posted by Salim Laziale Sirahmad on Wednesday, December 2, 2015

LIHAT POTENSI, LUPAKAN KONFLIK


LIHAT POTENSI, LUPAKAN KONFLIKKemitraan – Kawal Borneo CF. Kampung Muara Tae dan Muara Ponak di Kabupaten Kutai Barat...
Posted by Salim Laziale Sirahmad on Thursday, December 3, 2015

Rabu, 25 Maret 2015

MEMANUSIAKAN MANUSIA..



Banyak kisah terungkap saat pelatihan fasilitator yang diselenggarakan oleh Kemitraan melalui Program Peduli. Pelatihan yang dilakukan mulai tanggal 16 s/d 23 Maret 2015 di Purwokerto dan diikuti oleh puluhan fasilitator peduli dari berbagai provinsi di Indonesia, mengangkat isu pendampingan komunitas adat dan suku asli yang terpinggirkan, terabaikan, diskriminatif dan ter-ekslusi.

Masih banyak stigma buruk yang berkembang di masyarakat tentang komunitas terpinggirkan, terutama komunitas suku adat. Anggapan bahwa mereka jorok, bodoh, terbelakang, membuat komunitas ini cenderung tidak mendapat tempat di tengah masyarakat. Cemoohan dan hinaan kerapkali menerpa mereka.

Hal itu pula yang terjadi terhadap Suku Anak Dalam alias Suku Rimba di Sumatra. Mereka hidup nomaden dalam rimba, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini dilakukan jika ada anggota dalam satu “rombong” ada yang meninggal dunia. Perpindahan ini mereka sebut sebagai “melangun”.

Keluarga Suku Anak Dalam tinggal berdesakan dalam sebuah “rumah” sangat sederhana dengan beratapkan tenda, tanpa dinding. Tua dan muda, laki-laki dan perempuan, berkumpul menjadi satu dalam rumah tersebut. Sungguh, tempat tinggal yang sangat tidak layak untuk disebut sebagai rumah.

Syamri, fasilitator Lembaga Pundi Sumatra yang mendampingi Suku Anak Rimba di Jambi mengatakan bahwa kehidupan mereka sangat memprihatinkan. “Jika kelompok Anak Rimba melewati sebuah kampung, penduduk setempat akan menutup hidung dan mencemooh mereka”, ujarnya.

Begitu pula kisah yang diungkapkan oleh Haris, rekan Syamri di Pundi Sumatra. Haris bahkan menitikkan air mata saat live in di tempat tinggal Suku Anak Dalam. “Pernah suatu waktu anak dari Suku Rimba sakit. Sang Ibu hanya bisa menyanyikan lagu untuk menghibur anaknya, yang baru bisa dibawa ke Puskesmas terdekat keesokan harinya”, ujarnya. 

Haris menambahkan bahwa pernah suatu ketika anggota komunitas Suku Anak Dalam mengalami sakit. Oleh pihak puskesmas setempat, anggota keluarga Suku Anak Dalam yang menderita sakit tersebut ditempatkan di sebuah ruangan gudang dengan alasan ruang perawatan  penuh. Sebuah perlakuan yang sangat menyayat hati bagi siapapun yang melihatnya.

Terlepas dari kelas sosial yang mereka miliki, Suku Anak Dalam juga adalah Manusia. Mereka bagian dari Republik ini. Mereka juga layak mendapatkan perlakuan yang sama layaknya manusia lain di negri tercinta ini. Menyakiti mereka, berarti menyakiti negri ini. Mereka adalah manusia, sama dengan rakyat Indonesia umumnya, yang wajib mendapatkan hak-hak dasar mereka..

Tapi mereka tidak sendirian. Selalu ada orang-orang hebat, yang bersedia membantu mengangkat martabat mereka. Salah satunya dengan program pendampingan yang dilakukan oleh Pundi Sumatra melalui Program Peduli. Saatnya “memanusiakan manusia”.
#IDIinklusif


Senin, 14 April 2014

SEMANGAT DARI SELATAN



“Bu, ada undangan dari PT Badak untuk mengirimkan dua orang perwakilan kelompok mengikuti pelatihan”
 “Sebentar pak, kami harus rapat dulu malam ini”.
“Tapi sekarang kan sudah lumayan malam, Bu”
“Sudah menjadi kesepakatan kelompok kami bahwa setiap keputusan yang diambil harus melalui rapat”
“Meski malam-malam begini? Apa anggota tidak merasa keberatan?”
Nggak, anggota kelompok siap hadir tiap pertemuan, meski malam hari”.

Kutatap jam dinding. (Maklum, nggak pernah memakai jam tangan, hehehe). Arah jarum panjang di angka 12 dan jarum pendek di angka 9. Pukul 21.00 Wita.

Beberapa saat kemudian kembali ponselku berdering. “Apakah boleh saya mengirim semua anggota”? Tanya Ibu Hapsiah di ujung sana, menunjukkan spirit yang tinggi untuk mengikuti kegiatan.
“Tapi undangannya hanya untuk dua orang, Bu”, jawabku

Itulah kutipan pembicaraanku via ponsel dengan dengan Ibu Hapsiah, Ketua Kelompok Karya Bersama Lok Tunggul. Kelompok dampingan KBCF di Kota Bontang yang selalu memperlihatkan semangat yang tinggi. Di tengah segala keterbatasan, tidak menyurutkan semangat berkelompok mereka. Aturan main telah dibuat. Dan, setiap anggota kelompok mempunyai kewajiban untuk menjalankan kesepakatan itu.

Lok Tunggul. Sebuah wilayah yang terletak di Selatan Kota Bontang. Untuk menjangkaunya butuh sedikit perjuangan. Melewati jalan tanah yang berlumpur dan licin saat hujan. Butuh perjuangan ekstra menggunakan sepeda motor. Jika hujan turun dengan deras, perjalanan menuju kesana menjadi “mengasyikkan”, ibarat pembalap off road. Jembatan ulin panjang menghubungkan kampung ini dengan wilayah Teluk Kadere sehingga memungkinkan untuk dijangkau dengan perjalanan darat. Sebelum tahun 2013, satu-satunya akses menuju ke kampung Lok Tunggul menggunakan alat transportasi laut.

Alternatif lain untuk menjangkau daerah ini melalui laut. Dengan menggunakan perahu ketinting, daerah ini bisa dicapai kurang lebih 45 menit dari pelabuhan Tanjung Laut Indah Bontang. Laut tidak selalu bersahabat. Kadang tenang, kadang gelombang datang menghempas ketinting.

Sulitnya akses tidak menurunkan semangat anggota kelompok yang semuanya adalah kaum perempuan. Jika ada undangan, pagi-pagi sekali mereka telah berangkat menggunakan ketinting. Saat gelombang datang, mereka pun harus berjuang melawan rasa khawatir. Tanpa jaket pelindung, tanpa alat penolong keselamatan. Semua serba natural. Mungkin karena telah terbiasa, membuat segala jenis perlengkapan tersebut menjadi “tidak berarti”.

Semangat seperti itu terus tumbuh seiring kegiatan pendampingan yang dilakukan KBCF. Seolah-olah menemukan dunia baru dengan keasyikannya tersendiri, setelah sekian lama hanya berkutat pada kegiatan rutin di urusan domestik rumah tangga. Spirit yang ingin menunjukkan bahwa kaum ibu-ibu juga bisa melakukan kegiatan bermanfaat, bisa membangun jaringan dengan pihak luar, mampu beradaptasi dengan lingkungan luar, serta mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka, bisa belajar membagi waktu antara urusan keluarga dengan urusan luar.

Kegiatan pendampingan telah memberikan manfaat signifikan bagi kelompok ibu-ibu. Bahwa, kemampuan menjalin kerjasama dan kemitraan dengan dunia luar bukan hanya milik laki-laki. Bahwa kaum perempuan juga bisa melakukan hal-hal yang selama ini hanya dilakukan oleh laki-laki di kampungnya. Bahwa kaum perempuan pun mempunyai kesempatan didengarkan suaranya, ikut terlibat dalam urusan pembangunan di kampungnya, yang selama ini meraka hanya menjadi penonton saja.

Lebih dari itu, kaum perempuan adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Meningkatnya kemampuan mereka, akan menular kepada anak-anaknya. Kaum ibu lah yang lebih sering bersama dan mengajarkan nilai-nilai serta pengetahuan kepada anak-anaknya.

“Pengetahuan kami menjadi meningkat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pendampingan. Kepercayaan diri kami pun ikut meningkat. Suara kami menjadi lebih didengarkan. Jika ada pertemuan di kampung, kaum perempuan khususnya yang terlibat dalam kelompok, seringkali mendapat undangan untuk ikut memberikan pendapat. Peristiwa yang hampir tak pernah terjadi di waktu-waktu yang lalu”, pungkas ibu Hapsiah.

Kegiatan pendampingan, sejatinya adalah meningkatkan kemampuan dan pemahaman kelompok-kelompok yang suaranya hampir tidak didengarkan di dalam komunitasnya. Menularkan virus optimisme dan kepercayaan diri, bukan untuk lebih tinggi dibandingkan laki-laki, tapi agar terjadi keseimbangan peran dalam sebuah komunitas. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan dan kemampuan yang sama. Pendampingan yang dilakukan telah memperlihatkan hal itu.  (ns)

Lok Tunggul, semangat yang tak pernah padam…

Reshuffle ala Salantuko



RESHUFFLE ala SALANTUKO

Masih ingatkah dengan peristiwa pemakzulan Bupati Garut, Aceng Fikri? Seorang kepala daerah yang dianggap melakukan tindakan kurang pantas sebagai seorang pejabat publik. Anggota DPRD Garut sepakat untuk melakukan pemakzulan yang berakhir pada dicopotnya jabatan Sang Bupati. 

Pada versi lain, pemakzulan juga terjadi di pesisir Selatan Kota Bontang. Lebih tepatnya adalah re-organisasi. Kelompok Bunga Laut, salah satu kelompok dampingan KBCF di daerah Salantuko, mengadakan perombakan kabinet. Pengurus lama diganti. Alasannya adalah karena pengurus lama tidak fokus lagi mengurus kelompok. Ketua dan bendahara pindah domisili ke Sulawesi. Kekosongan pengurus dikhawatirkan berdampak terganggunya kegiatan kelompok.
Salantuko, daerah dalam wilayah Kelurahan Bontang Lestari ini terkena proyek pembangunan pembangkit listrik. Sebagian warganya akan di-relokasi. Kondisi ini yang kemudian membuat banyak warga, termasuk pengurus kelompok, bersiap-siap meninggalkan Salantuko. Dampaknya adalah kelompok Bunga Laut terlantar, bagai ayam kehilangan induk. Anggota kelompok kemudian berinisiatif melakukan perubahan pengurus. 

Awal Mei 2013, terbentuklah kepengurusan baru. Suburia, yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris, “naik pangkat” menjadi ketua kelompok. Ketua yang baru ini masih sangat muda, belum genap 20 tahun. Marisa, terpilih sebagai sekretaris. Usia sekretaris pun sebaya dengan ketua. Jadilah kelompok Bunga Laut dinahkodai oleh anak-anak muda. 

Kisah Unik Sang Nahkoda Baru
Suburia, secara resmi terpilih menjadi ketua kelompok yang baru. Terpilihnya Suburia karena dianggap mampu menjalankan roda organisasi kelompok, yang sebelumnya telah mempunyai pengalaman sebagai sekretaris. Ibu muda ini juga dianggap lebih fleksibel dan lebih cair dalam menjalin komunikasi dengan pihak luar. Suaminya pun mendukung kegiatannya, dengan setia menjadi “ojek” pribadi mengantar istrinya menghadiri berbagai kegiatan. 

Namun, ada sekelumit kisah unik tentang ketua baru ini. Menurut kisah yang dituturkan oleh fasilitator KBCF, bahwa pada saat awal masuknya pendampingan di Salantuko, Suburia belum bergabung dengan kelompok. Dia hanyalah seorang anak muda yang masih lugu. Pada saat pertemuan di Masjid Salantuko, Suburia dengan malu-malu hanya mengintip jalannya pertemuan dari balik jendela masjid. Mungkin rasa ingin tahunya menggerakkan untuk ikut mencuri dengan diskusi ibu-ibu di masjid tersebut. Saat diminta untuk masuk mengikuti pertemuan, dia justru kabur karena malu.

Pada saat kegiatan pendampingan berlangsung intensif, Suburia bergabung dengan kelompok. Jabatan sekretaris diembannya. Rupanya ibu muda ini adalah sosok yang cepat belajar dan beradaptasi. Ia mengikuti berbagai kegiatan kelompok, yang membuat pemahamannya bertambah. Hal inilah yang mengantarkannya menjadi pemimpin dalam kelompok Bunga Laut.

Jabatan ketua kelompok mungkin bukanlah jabatan yang wah bagi kebanyakan orang. Tapi bagi komunitas kecil dan jauh dari pusat keramaian seperti di Salantuko, menjadi ketua kelompok mempunyai prestise tersendiri, sekaligus beban yang tidak ringan. Ketua kelompok harus mampu menjadi wakil bagi kepentingan anggotannya. Ketua kelompok harus rela menjadi tempat curhat atas segala permasalahan yang terjadi di kelompoknya. Ketua kelompok menjadi pengambil keputusan terakhir. Gap pemahaman yang begitu jauh dengan anggota kelompok, membuatnya menjadi sosok yang diandalkan untuk mewakili kepentingan kelompoknya. Bukan tugas yang mudah, apalagi melihat usianya yang masih muda. Ternyata, kepemimpinan tidak selalu berbanding lurus dengan usia.  (ns)

  

Kamis, 25 April 2013

ADA SAATNYA PERJALANAN TERHENTI




Ini adalah kali kedua aku meginjakkan kaki ke Bumi Buen Kesong, Tanah Grogot Kabupaten Paser. Tak ada yang berubah dari daerah yang serba ungu ini. Semua tampak normal dan biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Perjalanan kali ini untuk melihat kembali persiapan pembentukkan bank sampah, sekaligus silaturrahmi dengan para pengurusnya.

Hal menarik dan berkesan justru terjadi pada saat perjalanan pulang dari Grogot menuju Penajam. Kami memilih untuk menggunakan angkutan umum. Awalnya dalam mobil tersebut hanya kami berdua yang menjadi penumpang. Aku tiduran saja menikmati perjalanan. Memasuki daerah Kecamatan Kuaro, naiklah tiga orang penumpang. Dua orang gadis muda duduk di depan, dan seorang tua duduk di belakang. Setelah kedua gadis tersebut turun, si orang tua yang rambutnya telah memutih dan memakai kopiah hitam pindah duduk di depan, di samping sopir.

“Terkadang anak-anak itu aneh ya pak”, kata si orang tua berkopiah mengawali percakapan. “perjalanan dari Balikpapan menuju ke sini tetntu saja jauh dan berat bagi orang tua seperti kita. Seharusnya anak yang datang berkunjung, bukan kita”, lanjutnya. Rupanya si orang tua datang ke Kuaro untuk mengunjungi anaknya.

Si sopir hanya menjawab singkat,”mungkin anak bapak banyak kesibukan. Usia bapak berapa?”
“Saya  sudah lebih dari 60 tahun”, jawab si bapak berkopiah.
“kalau begitu Saya lebih tua. Saya sudah 73 tahun”, kata si sopir.
Si bapak berkopiah terkejut. Aku pun terkejut. Tujuh puluh tiga tahun? Luar biasa! Tentu saja bukan usia yang ideal untuk masih menjalani profesi sebagai sopir. Jarak Penajam sampai ke Tanah Grogot memakan waktu tiga hingga empat jam. 

Penasaran, si bapak berkopiah bertanya, ”apa rahasianya hingga bapak masih tetap kuat menjadi sopir di usia setua ini?” si bapak melanjutkan, “meski usia saya telah cukup lanjut, tapi sangat sedikit memiliki pengalaman hidup”

“banyak orang yang lebih muda dari Saya tapi sudah tidak bisa bekerja. nikmati hidup apa adanya, tetap tersenyum, syukuri apa yang ada”, kiat si sopir tua.
Kiat sederhana dan masuk akal. Si bapak sopir tua menjadi bukti nyata kiat tersebut.

Semakin lama obrolan makin asyik. Aku yang semula terserang kantuk menjadi terjaga dan lebih segar. Guyon khas orang tua terus mengalir, dengan sesekali mengurai nostalgia masa lalu. Mulai dari kehidupan saat remaja yang menggelitik, kondisi daerah penajam dan sekitarnya pada waktu lampau, bahkan hingga mengarah kepada kondisi politik terkini bangsa ini. Si sopir terkadang melirik kami di belakang, dan sesekali meminta pendapat atau pandangan dari kami yang lebih muda. Kami hanya mengiyakan saj tanpa mendebat untuk membuat percakapan terus menarik. Orang tua berambut putih yang berada di samping si sopir terus bertanya, bahkan cenderung agak ”provokatif”. Perpaduan yang komplit, si bapak berkopiah terus bertanya tentang pengalaman hidup, dan si sopir tua menjawab dengan penuh semangat, yang terkadang ditingkahi guyon yang membuat seisi mobil tertawa terpingkal-pingkal.

Meski hanya sopir, ternyata si orang tua yang memiliki banyak anak ini sukses menyekolahkan semua anaknya. Istrinya dibuatkan usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup. Usaha rental mobil. Secara ekonomi, kehidupan pak sopir ini lebih dari cukup. Anak-anaknya memintanya untuk berhenti menjadi sopir. Tetapi harga dirinya mengatakan lain. Ia ingin terus bekerja hingga pada saatnya nanti waktu juga yang akan menghentikannya.

”Ada saatnya aku akan berhenti bekerja. Tenagaku tak akan selamanya kuat. Jika saat itu tiba, maka aku akan berhenti. Tak ada yang bisa melawan takdir. Setiap orang akan terus bertambah menjadi tua, bukan sebaliknya. Apa yang aku kerjakan saat ini untuk memberikan contoh kepada anak-anakku bahwa hidup itu harus tetap diperjuangkan. Harus tetap diisi dengan kerja dan kegiatan positif”, ucapnya panjang lebar saat ditanya mengapa masih tetap bekerja di usia setua itu.

Ia menambahkan, ”menurut nabi, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Memberi lebih baik dari pada meminta. Meski anak-anak memberi dengan ikhlas, tetapi hati kecilku yang tidak bisa menerima. Itu bukan pelajaran yang baik bagi anak-anak. Aku melakukannya untuk menjadi pegangan bagi mereka agar nanti jika mereka sudah tua masih tetap memegang prinsip hidup seperti yang aku jalani. Jangan menggantungkan hidup pada orang lain, meski pada anak sendiri. Kecuali jika kita sudah benar-benar tidak mampu”.  

Obrolan pun berubah arah. Kali ini tentang kehidupan si sopir tua yang ternyata mempunyai 3 orang istri. Si bapak berkopiah semakin penasaran dengan meminta ”resep” apa yang membuat si sopir mempunyai daya tarik tersendiri. Pak sopir tidak terpancing. Ia hanya menjawab diplomatis, bahwa ada amalan yang harus dipakai. Bahwa kehidupan telah ada yang mengatur. Rezeki, jodoh, hidup dan mati sudah ada yang mengatur. Kita tinggal berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya. Dan, harapan di bapak berkopiah untuk mendapatkan bocoran amalan tentang rahasia beristri banyak, tidak kesampaian meski berkali-kali memancing dengan berbagai pertanyaan. Hal ini membuat aku tersenyum geli melihat ekspressi kecewa dari si bapak meski telah berusaha dengan berbagai cara. Terkadang, meski topik telah berpindah, si bapak masih juga kembali pada topik ”amalan” tadi.

Amalan yang selalu diterapkan adalah sholawat nabi dan doa-doa agar diberi keselamatan. Selama puluhan tahun menjadi sopir, belum pernah ada kecelakaan yang menimpanya. Ia sering mengambil penumpang, bahkan yang tidak mempunyai uang sekalipun, dianggapnya sebagai sedekah. Katanya, ada penumpang yang saat turun dari mobil hanya membayar dengan ucapan ”terima kasih”. Ia pun tidak ikut antri di terminal untuk menunggu penumpang. Menurutnya, rezeki ada di sepanjang jalan. Dan benar saja, mobil yang semula kosong saat dari Grogot, menjadi penuh dengan penumpang saat dalam perjalanan. Belakangan diketahui, ternyata si sopir sudah menunaikan ibadah haji. Mobil yang aku tumpangi juga ternyata milik sendiri sehingga tidak perlu terlalu ngotot mengejar setoran.

Perjalanan ini menyadarkan bahwa pengalaman, hikmah, kebijaksanaan, dapat diperoleh di mana saja, termasuk di angkutan umum sekalipun. Hikmah bisa diperoleh dari siapa saja, bahkan dari seorang sopir tua sekalipun.

Efek dari obrolan yang mengasyikkan itu adalah perjalanan menjadi lebih lambat. Laju mobil yang kami tumpangi pun semakin lambat, seolah ikut meresapi perbincangan yang mengalir asyik. Meski awalnya aku agak kesal karena jarak tempuh menjadi lebih lama, tetapi akhirnya ikut hanyut mendengarkan percakapan kedua orang tua tersebut. Percakapan yang penuh hikmah dan mengocok perut kami. Hitung-hitung, ini juga kesempatan untuk menimba kebijakan dan pengalaman hidup dari orang tua.

Seperti kata pak sopir tua bahwa ”ada saatnya perjalanan terhenti”, pada akhirnya perjalanan kami benar-benar terhenti di pelabuhan feri Penajam yang ditempuh dengan perjalanan lebih dari waktu normal, 6 jam. Wow....

Hikmah yang terserak di sepanjang perjalanan
~Terima kasih Pak Sopir Tua atas sharing pengalaman hidup~


~NS~





Minggu, 18 November 2012

la Viola ala Grogot



la Viola di Bumi Buen Kesong

Pernahkah Anda mendengar tentang la Viola? Bagi penggemar sepak bola Serie A Italia, pasti tahu tentang la Viola. Apalagi jika Anda adalah fans klub sepakbola Fiorentina. Ya, la Viola adalah nama pendukung klub yang bermarkas di Kota Firenze Italia tersebut.la viola berarti ungu. Ungu mendominasi warna jersey kebesaran klub yang membesarkan nama Gabriella Batistita itu.

Ternyata, la Viola tidak hanya milik kota Firenze. Dalam versi yang berbeda, la Viola juga terdapat di Kota Tanah Grogot Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Itulah kesan pertama yang tertangkap saat saya berkunjung selama tiga hari ke Tanah Grogot beberapa waktu lalu. Kabupaten yang memiliki semboyan “Paser Buen Gesong” yang berarti “Paser Berhati baik” ini didominasi oleh warna ungu, khususnya pada gedung-gedung pemerintahan sarana umum  dan layanan publik hingga trotoar jalan. Bahkan, lihatlah, Kantor Bupati dihiasi dengan warna umum mulai dari gedung utama hingga lapangan upacara. Ya, lapangan upacara pun berwarna ungu, membentuk sebuah pemandangan unik.  

Entah apa yang membuat Kabupaten ini mengambil ungu sebagai warna khas. Menurut penuturan warga setempat, warna ungu adalah paduan atau pencampuran warna dari koalisi dua parpol besar yang mengusung pasangan Bupati dan Wakil Bupati saat ini yang telah memimpin dua periode. Entah benar atau tidak, masih perlu penjelasan selanjutnya. Mungkin saja ada penjelasan filosofis yang lain. Nanti, kalau kembali ke Grogot akan kutanyakan kembali alasan filosofisnya.

Geliat pembangunan di Tanah Grogot sangat terasa saat memasuki wilayah Kota Grogot. Anda akan disuguhi pemandangan artistik landscape kota. Dari jauh, terlihat deretan bangunan megah yang dihiasi dengan sebuah kolam atau “danau besar” di depannya. Bangunan Rumah Sakit Umum Daerah dan bangunan pemerintahan lainnya, yang tentu saja bisa dikenali dari ciri khasnya, warna ungu!. Jika malam hari tiba, kerlip cahaya lampu jalan yang berjejer rapi semakin menambah indahnya panorama bagian pintu masuk paling depan dari kota ini. Patut ditunggu, keindahan seperti apa yang disuguhkan jika proyek pembangunan berbagai gedung milik pemerintah ini telah selesai, karena saat ini sedang dalam tahapan pembangunan.

Di bagian belakang kota, Anda bisa menikmati jajanan yang berjejer di sepanjang tepian sungai. Anda juga bisa menikmati pemandangan sungai dengan latar belakang jembatan megah dengan konstruksi lengkung dan diberi paduan warna hijau dan ungu. Di bagian depan jembatan, terdapat tugu yang sisinya membentuk segitiga dan diatasnya berdiri kokoh patung putri kesong.

Jika berdiri membelakangi sungai, akan terlihat keindahan bangunan bekas MTQ yang terbuat dari beton dan berlantai keramik. Bangunan ini memiliki banyak pintu dengan satu gerbang utama. Di sisi kiri kanan gerbang utama terdapat pilar tiang masing-masing tiga buah. Jumlah enam pilar ini melambangkan rukun Iman. Terdapat pula lima kubah besar berwarna hijau yang melambangkan rukun Islam serta kubah-kubah kecil yang keseluruhannya berjumlah 17 buah. Jumlah ini melambangkan jumlah rakaat dalam shalat lima waktu. Jumlah pintunya banyak, entah berapa jumlahnya saya belum sempat menghitungnya. Bangunan MTQ yang dibangun beberapa tahun lalu itu sekilas mirip Taj Mahal di India yang sangat fenomenal itu. Tentu saja dengan keunikannya tersendiri, berwarna ungu!.

Inilah keunikan tersendiri dari Tanah Grogot, bumi buen kesong. Bumi Paser Berhati Baik. Kabupaten yang didominasi warna ungu. Sampai kapan warna ungu ini akan tetap dominan menghiasi daerah ini? Patut ditunggu perkembangan selanjutnya seusai periode kepemimpinan sekarang. Karena sebelumnya hijau menjadi warna dominan yang menghiasi gedung-gedung pemerintahan dan sarana umum. Saya membayangkan Tanah Grogot berubah menjadi biancoceleste alias biru langit. Biancoceleste adalah sebutan bagi tim lain dari klub sepakbola Italia, Lazio (maklum, Saya adalah seorang laziale, sebutan bagi para fans Lazio). Apakah warna ungu akan berganti dengan warna lain? Ataukah satu saat nanti biancoceleste benar-benar akan hadir di Kabupaten Pasir? Wallahu’alam.




Jumat, 09 November 2012

BERCERMIN PADA MASA LALU


Peristiwa yang pernah terjadi mungkin bisa dilupakan, tapi tak mungkin dihilangkan. Ia akan tetap ada dan harus dijadikan cermin

“Kukatakan pada kalian seperti apa yang diucapkan Yusuf kepada saudara-saudaranya. Pergilah! Kalian semua bebas!”, ujar Rasulullah saw lantang dihadapan ribuan penduduk Makkah.

Rasulullah memaklumatkan amnesti untuk kaum Quraisy atas sikap mereka memusihi kaum muslimin sebelumnya. Hanya beberapa nama saja yang dijatuhi hukuman mati. Nama Ikrimah bin Abu Jahal tercantum dalam urutan pertama. Karenanya, ia melarikan diri ke Yaman.

Sementara itu, Ummu Hakim, istri Ikrimah dan sepuluh orang wanita Quraisy, menghadap Rasulullah. Mereka memohon pengampunan dan menyatakan bai’at dihadapan beliau. Dalam pertemuan itu, Ummu Hakim memintakan pengampunan untuk suaminya.

Setelah pertemuan itu, Ummu Hakim segera berangkat mencari suaminya, ia berhasil menemukan Ikrimah di pantai laut Merah. Saat itu, Ikrimah sedang bersiap-siap berlayar. Sang istri segera membawanya kembali menghadap Rasulullah saw yang memang telah memaafkannya. Di hadapan Rasulullah saw, Ikrimah mengucapkan syahadat dan menyesali perbuatannya. “Demi Allah, kalau umurku panjang, semua nafkah yang dulu kukeluarkan untuk merintangi jalan Allah, akan kulipatkandakan di jalan Allah”, tekad Ikrimah.

Ikrimah menepati janjinya. Setelah masuk Islam, ia menjadi hamba yang rajin beribadah. Seringkali ia menangis dengan air mata berlinang merenungi ayat suci Al-Qur’an yang dibacanya. Ia menggabungkan diri dalam setiap perang, bahkan berdiri di garda terdepan.

Ketika terjadi perang Yarmuk, Ikrimah maju berperang habis-habisan. Melihat tindakan nekad itu, Khalid bin Walid yang menjadi panglima pasukan segera mengejar. “Ikrimah, engkau jangan bodoh! Kembali! Kematianmu adalah kerugian besar bagi kaum muslimin.

namunIkrimah tidak memperdulikan peringatan tersebut. “Biarkan saja ya JKhalid! Biarkan saya menebus dosa-dosa yang telah lalu. Saya telah memerangi Rasulullah dalam beberapa medan peperangan. Pantaskah setelah masuk Islam saya lari dari tentara Romawi ini? Tidak! Sekali-kali tidak!”. Kemudian ia berteriak, “Siapakah yang berani mati bersama saya?”. Beberapa orang segera melompat ke samping Ikrimah. Kemudian menerjang ke depan, menghalau pasukan lawan yang terus maju. Akhirnya, mereka berhasil memukul mundur pasukan Romawi.

Di akhir pertempuran, di bumi Yarmuk berjejer tiga mujahid muslim dalam keadaan kritis. Mereka yang menderita luka yang sangat parah itu adalah Al Harits bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan Ikrimah bin Abu Jahal.

Al Harits minta air minum. Ketika air didekatkan ke mulutnya, ia melihat Ikrimah dalam keadaan seperti yang ia alami. “Berikan dulu air kepada Ikrimah!” ujar Al Harits.
Ketika air didekatkan ke mulut Ikrimah, ia melihat ‘Ayyasy menengok kepadanya. “Berikan dulu kepada ‘Ayyasy!” ujarnya.
Ketika air minum didekatkan ke mulut ‘Ayyasy, dia telah meninggal. Orang yang memberikan air minum segera kembali ke hadapan Harits dan Ikrimah,namun keduanya pun telah meninggal.

Ikrimah bukanlah satu-satunya sahabat Rasulullah yang mempunyai masa kelam. Umar bin Khaththab juga punya masa-masa gelap yang begitu membekas dalam ingatannya. Tak jaran ia menangis terisak lantaran masa lalunya. Air matanya berderai ketika mengenang anak perempuannya yang ia kubur hidup-hidup. Sering ia menangis sendirian di tengah sepinya malam saat mengingat sikapnya kepada Rasulullah dan kaum muslimin.

Setiap orang punya masa lalu. Ada yang buruk dan ada yang baik. Seorang manusia tak bisa menghilangkan sejarah dan masa lalunya. Semua yang pernah terjadi mungkin bisa dilupakan, tetapi tak mungkin dihilangkan. Ia akan tetap ada dan menjadi cermin bagi pelakunya sendiri atau orang lain.

Dalam Islam, masa lalu tak boleh dijadikan catatan sejarah semata. Ia harus memberikan manfaat. Diantaranya, masa lalu dapat dijadikan cermin. Pelaku atau orang lain, harus menjadikan masa lalu sebagai kaca untuk melihat diri. Apa yang buruk di masa lalu, tak boleh lagi terulang. Apa yang terlihat baik, harus ditingkatkan.

Para sahabat Rasulullah saw adalah sosok-sosok yang begitu nyata menjadikan masa lalau sebagai cermin. Semangat mereka begitu besar untuk menebus kesalahan masa lalu. Hampir semua sahabat yang dulunya memusihi Rasulullah saw, menjadi pendukung setia kaum muslimin setelah mereka memeluk Islam. Masa lalu, seharusnya menjadi seperti bahan bakar yang terus memacu menuju perbaikan.

Selain sebagai cermin, masa lalu adalah juga kumpulan anak tangga sejarah yang harus disambung dengan jenjang berikutnya. Apa yangn terjadi hari ini akan menjadi masa lalu yang teramat berharga bagi generasi berikutnya. Hari ini akan menjadi salah satu jenjang asari anak tangga sejarah yang harus disambung.

Masa lalu yang paling dekat dengan kita adalah masa lalu diri sendiri. Tak yang banyak mengetahi secara detil baik, buruk dan pahit, manis hidup, kecuali diri kita sendiri. Selayaknya, jangan orang lain yang mengambil cermin hidup kita, tetapi kita sendiri yang berkaca. Teramat malang nasib seseorang kala dirinya hanya menjdi cermin bagi orang lain. Betapa beruntungnya seseorang saat menjadikan masa lalu dirinya dan orang lain sebagai cermin untuk menata hidup. Agar masa lalu bersih dan menjadi cermin bagi semua orang, hari-hari yang sedang kita lewati harusdiisi dengan kebaikan. Sebab, detik-detik yang sedang kita titi, dalam sekejap akan menjadi masa lalu yang tak pernah kembali.

Seperti disabdakan Rasulullah saw, manusia hanya akan menjadi salah satu dari empat jenis.”Diantara manusia ada yang dilahirkan dalam keadaan beriman, hidup sebagai seorang mikmin, dan meninggal sebagai seorang mukmin. Ada yang dilahirkan dalam keadaan kafir, hidup dalam keadaan kafir, dan meninggal dalam kekafiran. Ada yang lahir dalam keadaan beriman, hidup sebagai mukmin, dan mati dlama kekafiran. Ada juga yang lahir dalam kekafiran, hidup sebagai orang kafir dan meninggal dalam keadaan beriman”, (HR Tirmidzi, Ahmad dan Hakim).

Setiap orang berhak memilih keempat jenis tersebut. Setiap orang berhak memilih jalan hidupnya.Allah berfirman, “Dan katakanlah, ‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu; maka siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir’. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka”. (QS al-Kahfi : 29).

Akhirnya, marilah kita bercermin pada masa lalu, bekerja untuk hari ini, dan menata hari esok. Itulah cara kita mengisi hidup.

Disadur dari Majalah Sabili Edisi 25 September 2003



JEJAK PEDULI DI TEKASALO

JEJAK PEDULI DI TEKASALOKemitraan – KBCF. Program yang baik adalah yang mampu menciptakan kemandirian. Begitulah... Posted by Salim L...