JEJAK PEDULI DI TEKASALOKemitraan – KBCF. Program yang baik adalah yang mampu menciptakan kemandirian. Begitulah...
Posted by Salim Laziale Sirahmad on Wednesday, December 2, 2015
Jejak Rimbawan
Kamis, 03 Desember 2015
JEJAK PEDULI DI TEKASALO
LIHAT POTENSI, LUPAKAN KONFLIK
LIHAT POTENSI, LUPAKAN KONFLIKKemitraan – Kawal Borneo CF. Kampung Muara Tae dan Muara Ponak di Kabupaten Kutai Barat...
Posted by Salim Laziale Sirahmad on Thursday, December 3, 2015
Rabu, 25 Maret 2015
MEMANUSIAKAN MANUSIA..
Banyak kisah terungkap saat pelatihan fasilitator yang
diselenggarakan oleh Kemitraan melalui Program Peduli. Pelatihan yang dilakukan
mulai tanggal 16 s/d 23 Maret 2015 di Purwokerto dan diikuti oleh puluhan
fasilitator peduli dari berbagai provinsi di Indonesia, mengangkat isu
pendampingan komunitas adat dan suku asli yang terpinggirkan, terabaikan,
diskriminatif dan ter-ekslusi.
Masih banyak stigma buruk yang berkembang di masyarakat tentang
komunitas terpinggirkan, terutama komunitas suku adat. Anggapan bahwa mereka
jorok, bodoh, terbelakang, membuat komunitas ini cenderung tidak mendapat
tempat di tengah masyarakat. Cemoohan dan hinaan kerapkali menerpa mereka.
Hal itu pula yang terjadi terhadap Suku Anak Dalam alias
Suku Rimba di Sumatra. Mereka hidup nomaden dalam rimba, berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Hal ini dilakukan jika ada anggota dalam satu “rombong”
ada yang meninggal dunia. Perpindahan ini mereka sebut sebagai “melangun”.
Keluarga Suku Anak Dalam tinggal berdesakan dalam sebuah
“rumah” sangat sederhana dengan beratapkan tenda, tanpa dinding. Tua dan muda,
laki-laki dan perempuan, berkumpul menjadi satu dalam rumah tersebut. Sungguh,
tempat tinggal yang sangat tidak layak untuk disebut sebagai rumah.
Syamri, fasilitator Lembaga Pundi Sumatra yang mendampingi
Suku Anak Rimba di Jambi mengatakan bahwa kehidupan mereka sangat
memprihatinkan. “Jika kelompok Anak Rimba melewati sebuah kampung, penduduk
setempat akan menutup hidung dan mencemooh mereka”, ujarnya.
Begitu pula kisah yang diungkapkan oleh Haris, rekan Syamri
di Pundi Sumatra. Haris bahkan menitikkan air mata saat live in di tempat tinggal Suku Anak Dalam. “Pernah suatu waktu anak
dari Suku Rimba sakit. Sang Ibu hanya bisa menyanyikan lagu untuk menghibur anaknya,
yang baru bisa dibawa ke Puskesmas terdekat keesokan harinya”, ujarnya.
Haris menambahkan bahwa pernah suatu ketika anggota
komunitas Suku Anak Dalam mengalami sakit. Oleh pihak puskesmas setempat,
anggota keluarga Suku Anak Dalam yang menderita sakit tersebut ditempatkan di
sebuah ruangan gudang dengan alasan ruang perawatan penuh. Sebuah perlakuan yang sangat menyayat
hati bagi siapapun yang melihatnya.
Terlepas dari kelas sosial yang mereka miliki, Suku Anak
Dalam juga adalah Manusia. Mereka bagian dari Republik ini. Mereka juga layak
mendapatkan perlakuan yang sama layaknya manusia lain di negri tercinta ini.
Menyakiti mereka, berarti menyakiti negri ini. Mereka adalah manusia, sama
dengan rakyat Indonesia umumnya, yang wajib mendapatkan hak-hak dasar mereka..
Tapi mereka tidak sendirian. Selalu ada orang-orang hebat,
yang bersedia membantu mengangkat martabat mereka. Salah satunya dengan program
pendampingan yang dilakukan oleh Pundi Sumatra melalui Program Peduli. Saatnya
“memanusiakan manusia”.
#IDIinklusif
Senin, 14 April 2014
SEMANGAT DARI SELATAN
“Bu, ada undangan dari PT Badak
untuk mengirimkan dua orang perwakilan kelompok mengikuti pelatihan”
“Sebentar pak, kami harus rapat dulu malam ini”.
“Tapi sekarang kan sudah lumayan malam, Bu”
“Sudah menjadi kesepakatan
kelompok kami bahwa setiap keputusan yang diambil harus melalui rapat”
“Meski malam-malam begini? Apa
anggota tidak merasa keberatan?”
“Nggak, anggota kelompok siap hadir tiap pertemuan, meski malam
hari”.
Kutatap jam dinding. (Maklum, nggak pernah memakai jam tangan, hehehe).
Arah jarum panjang di angka 12 dan jarum pendek di angka 9. Pukul 21.00 Wita.
Beberapa saat kemudian kembali
ponselku berdering. “Apakah boleh saya mengirim semua anggota”? Tanya Ibu
Hapsiah di ujung sana, menunjukkan spirit yang tinggi untuk mengikuti kegiatan.
“Tapi undangannya hanya untuk dua
orang, Bu”, jawabku
Itulah kutipan pembicaraanku via ponsel dengan dengan Ibu Hapsiah,
Ketua Kelompok Karya Bersama Lok Tunggul. Kelompok dampingan KBCF di Kota Bontang
yang selalu memperlihatkan semangat yang tinggi. Di tengah segala keterbatasan,
tidak menyurutkan semangat berkelompok mereka. Aturan main telah dibuat. Dan,
setiap anggota kelompok mempunyai kewajiban untuk menjalankan kesepakatan itu.
Lok Tunggul. Sebuah wilayah yang
terletak di Selatan Kota Bontang. Untuk menjangkaunya butuh sedikit perjuangan.
Melewati jalan tanah yang berlumpur dan licin saat hujan. Butuh perjuangan
ekstra menggunakan sepeda motor. Jika hujan turun dengan deras, perjalanan
menuju kesana menjadi “mengasyikkan”, ibarat pembalap off road. Jembatan ulin panjang menghubungkan kampung ini dengan
wilayah Teluk Kadere sehingga memungkinkan untuk dijangkau dengan perjalanan
darat. Sebelum tahun 2013, satu-satunya akses menuju ke kampung Lok Tunggul
menggunakan alat transportasi laut.
Alternatif lain untuk menjangkau
daerah ini melalui laut. Dengan menggunakan perahu ketinting, daerah ini bisa
dicapai kurang lebih 45 menit dari pelabuhan Tanjung Laut Indah Bontang. Laut
tidak selalu bersahabat. Kadang tenang, kadang gelombang datang menghempas ketinting.
Sulitnya akses tidak menurunkan
semangat anggota kelompok yang semuanya adalah kaum perempuan. Jika ada
undangan, pagi-pagi sekali mereka telah berangkat menggunakan ketinting. Saat
gelombang datang, mereka pun harus berjuang melawan rasa khawatir. Tanpa jaket
pelindung, tanpa alat penolong keselamatan. Semua serba natural. Mungkin karena
telah terbiasa, membuat segala jenis perlengkapan tersebut menjadi “tidak
berarti”.
Semangat seperti itu terus tumbuh
seiring kegiatan pendampingan yang dilakukan KBCF. Seolah-olah menemukan dunia baru dengan keasyikannya
tersendiri, setelah sekian lama hanya berkutat pada kegiatan rutin di urusan
domestik rumah tangga. Spirit yang ingin menunjukkan bahwa kaum ibu-ibu juga
bisa melakukan kegiatan bermanfaat, bisa membangun jaringan dengan pihak luar,
mampu beradaptasi dengan lingkungan luar, serta mempunyai kesempatan yang sama
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka, bisa belajar membagi waktu
antara urusan keluarga dengan urusan luar.
Kegiatan pendampingan telah
memberikan manfaat signifikan bagi kelompok ibu-ibu. Bahwa, kemampuan menjalin
kerjasama dan kemitraan dengan dunia luar bukan hanya milik laki-laki. Bahwa
kaum perempuan juga bisa melakukan hal-hal yang selama ini hanya dilakukan oleh
laki-laki di kampungnya. Bahwa kaum perempuan pun mempunyai kesempatan
didengarkan suaranya, ikut terlibat dalam urusan pembangunan di kampungnya,
yang selama ini meraka hanya menjadi penonton saja.
Lebih dari itu, kaum perempuan
adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Meningkatnya kemampuan mereka,
akan menular kepada anak-anaknya. Kaum ibu lah yang lebih sering bersama dan
mengajarkan nilai-nilai serta pengetahuan kepada anak-anaknya.
“Pengetahuan kami menjadi
meningkat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pendampingan. Kepercayaan diri
kami pun ikut meningkat. Suara kami menjadi lebih didengarkan. Jika ada
pertemuan di kampung, kaum perempuan khususnya yang terlibat dalam kelompok,
seringkali mendapat undangan untuk ikut memberikan pendapat. Peristiwa yang
hampir tak pernah terjadi di waktu-waktu yang lalu”, pungkas ibu Hapsiah.
Kegiatan pendampingan, sejatinya
adalah meningkatkan kemampuan dan pemahaman kelompok-kelompok yang suaranya
hampir tidak didengarkan di dalam komunitasnya. Menularkan virus optimisme dan kepercayaan diri, bukan untuk lebih tinggi
dibandingkan laki-laki, tapi agar terjadi keseimbangan peran dalam sebuah
komunitas. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan dan kemampuan yang
sama. Pendampingan yang dilakukan telah memperlihatkan hal itu. (ns)
Lok Tunggul, semangat yang tak pernah padam…
Reshuffle ala Salantuko
RESHUFFLE ala
SALANTUKO
Masih
ingatkah dengan peristiwa pemakzulan Bupati Garut, Aceng Fikri? Seorang kepala
daerah yang dianggap melakukan tindakan kurang pantas sebagai seorang pejabat
publik. Anggota DPRD Garut sepakat untuk melakukan pemakzulan yang berakhir
pada dicopotnya jabatan Sang Bupati.
Pada versi
lain, pemakzulan juga terjadi di
pesisir Selatan Kota Bontang. Lebih tepatnya adalah re-organisasi. Kelompok Bunga Laut, salah satu kelompok dampingan
KBCF di daerah Salantuko, mengadakan perombakan kabinet. Pengurus lama diganti.
Alasannya adalah karena pengurus lama tidak fokus lagi mengurus kelompok. Ketua
dan bendahara pindah domisili ke Sulawesi. Kekosongan pengurus dikhawatirkan berdampak
terganggunya kegiatan kelompok.
Salantuko,
daerah dalam wilayah Kelurahan Bontang Lestari ini terkena proyek pembangunan
pembangkit listrik. Sebagian warganya akan di-relokasi. Kondisi ini yang kemudian membuat banyak warga, termasuk
pengurus kelompok, bersiap-siap meninggalkan Salantuko. Dampaknya adalah kelompok
Bunga Laut terlantar, bagai ayam kehilangan induk. Anggota kelompok kemudian
berinisiatif melakukan perubahan pengurus.
Awal Mei
2013, terbentuklah kepengurusan baru. Suburia, yang sebelumnya menjabat sebagai
sekretaris, “naik pangkat” menjadi ketua kelompok. Ketua yang baru ini masih
sangat muda, belum genap 20 tahun. Marisa, terpilih sebagai sekretaris. Usia
sekretaris pun sebaya dengan ketua. Jadilah kelompok Bunga Laut dinahkodai oleh
anak-anak muda.
Kisah Unik Sang
Nahkoda Baru
Suburia,
secara resmi terpilih menjadi ketua kelompok yang baru. Terpilihnya Suburia
karena dianggap mampu menjalankan roda organisasi kelompok, yang sebelumnya
telah mempunyai pengalaman sebagai sekretaris. Ibu muda ini juga dianggap lebih
fleksibel dan lebih cair dalam menjalin komunikasi dengan pihak luar. Suaminya
pun mendukung kegiatannya, dengan setia menjadi “ojek” pribadi mengantar
istrinya menghadiri berbagai kegiatan.
Namun, ada
sekelumit kisah unik tentang ketua baru ini. Menurut kisah yang dituturkan oleh
fasilitator KBCF, bahwa pada saat awal masuknya pendampingan di Salantuko,
Suburia belum bergabung dengan kelompok. Dia hanyalah seorang anak muda yang
masih lugu. Pada saat pertemuan di Masjid Salantuko, Suburia dengan malu-malu
hanya mengintip jalannya pertemuan
dari balik jendela masjid. Mungkin rasa ingin tahunya menggerakkan untuk ikut
mencuri dengan diskusi ibu-ibu di masjid tersebut. Saat diminta untuk masuk
mengikuti pertemuan, dia justru kabur
karena malu.
Pada saat
kegiatan pendampingan berlangsung intensif, Suburia bergabung dengan kelompok.
Jabatan sekretaris diembannya. Rupanya ibu muda ini adalah sosok yang cepat
belajar dan beradaptasi. Ia mengikuti berbagai kegiatan kelompok, yang membuat
pemahamannya bertambah. Hal inilah yang mengantarkannya menjadi pemimpin dalam
kelompok Bunga Laut.
Jabatan ketua
kelompok mungkin bukanlah jabatan yang wah
bagi kebanyakan orang. Tapi bagi komunitas kecil dan jauh dari pusat keramaian
seperti di Salantuko, menjadi ketua kelompok mempunyai prestise tersendiri, sekaligus
beban yang tidak ringan. Ketua kelompok harus mampu menjadi wakil bagi
kepentingan anggotannya. Ketua kelompok harus rela menjadi tempat curhat atas
segala permasalahan yang terjadi di kelompoknya. Ketua kelompok menjadi pengambil
keputusan terakhir. Gap pemahaman
yang begitu jauh dengan anggota kelompok, membuatnya menjadi sosok yang
diandalkan untuk mewakili kepentingan kelompoknya. Bukan tugas yang mudah, apalagi
melihat usianya yang masih muda. Ternyata, kepemimpinan tidak selalu berbanding
lurus dengan usia. (ns)
Kamis, 25 April 2013
ADA SAATNYA PERJALANAN TERHENTI
Ini adalah kali kedua aku
meginjakkan kaki ke Bumi Buen Kesong, Tanah Grogot Kabupaten Paser. Tak ada yang berubah dari daerah yang
serba ungu ini. Semua tampak normal dan biasa-biasa saja. Tak ada yang
istimewa. Perjalanan kali ini untuk melihat kembali persiapan pembentukkan bank
sampah, sekaligus silaturrahmi dengan para pengurusnya.
Hal menarik dan berkesan justru terjadi pada saat perjalanan pulang dari
Grogot menuju Penajam. Kami memilih untuk menggunakan angkutan umum. Awalnya
dalam mobil tersebut hanya kami berdua yang menjadi penumpang. Aku tiduran saja
menikmati perjalanan. Memasuki daerah Kecamatan Kuaro, naiklah tiga orang
penumpang. Dua orang gadis muda duduk di depan, dan seorang tua duduk di
belakang. Setelah kedua gadis tersebut turun, si orang tua yang rambutnya telah
memutih dan memakai kopiah hitam pindah duduk di depan, di samping sopir.
“Terkadang anak-anak itu aneh ya pak”, kata si orang tua berkopiah
mengawali percakapan. “perjalanan dari Balikpapan menuju ke sini tetntu saja
jauh dan berat bagi orang tua seperti kita. Seharusnya anak yang datang
berkunjung, bukan kita”, lanjutnya. Rupanya si orang tua datang ke Kuaro untuk
mengunjungi anaknya.
Si sopir hanya menjawab singkat,”mungkin anak bapak banyak kesibukan. Usia
bapak berapa?”
“Saya sudah lebih dari 60 tahun”,
jawab si bapak berkopiah.
“kalau begitu Saya lebih tua. Saya sudah 73 tahun”, kata si sopir.
Si bapak berkopiah terkejut. Aku pun terkejut. Tujuh puluh tiga tahun? Luar
biasa! Tentu saja bukan usia yang ideal untuk masih menjalani profesi sebagai
sopir. Jarak Penajam sampai ke Tanah Grogot memakan waktu tiga hingga empat
jam.
Penasaran, si bapak berkopiah
bertanya, ”apa rahasianya hingga bapak masih tetap kuat menjadi sopir di usia
setua ini?” si bapak melanjutkan, “meski usia saya telah cukup lanjut, tapi
sangat sedikit memiliki pengalaman hidup”
“banyak orang yang lebih muda
dari Saya tapi sudah tidak bisa bekerja. nikmati hidup apa adanya, tetap
tersenyum, syukuri apa yang ada”, kiat si sopir tua.
Kiat sederhana dan masuk akal. Si bapak sopir tua menjadi bukti nyata kiat
tersebut.
Semakin lama obrolan makin asyik. Aku yang semula terserang kantuk menjadi
terjaga dan lebih segar. Guyon khas orang tua terus mengalir, dengan sesekali
mengurai nostalgia masa lalu. Mulai dari kehidupan saat remaja yang menggelitik,
kondisi daerah penajam dan sekitarnya pada waktu lampau, bahkan hingga mengarah
kepada kondisi politik terkini bangsa ini. Si sopir terkadang melirik kami di
belakang, dan sesekali meminta pendapat atau pandangan dari kami yang lebih
muda. Kami hanya mengiyakan saj tanpa mendebat untuk membuat percakapan terus
menarik. Orang tua berambut putih yang berada di samping si sopir terus
bertanya, bahkan cenderung agak ”provokatif”. Perpaduan yang komplit, si bapak
berkopiah terus bertanya tentang pengalaman hidup, dan si sopir tua menjawab
dengan penuh semangat, yang terkadang ditingkahi guyon yang membuat seisi mobil
tertawa terpingkal-pingkal.
Meski hanya sopir, ternyata si orang tua yang memiliki banyak anak ini
sukses menyekolahkan semua anaknya. Istrinya dibuatkan usaha untuk mencukupi
kebutuhan hidup. Usaha rental mobil. Secara ekonomi, kehidupan pak sopir ini
lebih dari cukup. Anak-anaknya memintanya untuk berhenti menjadi sopir. Tetapi harga
dirinya mengatakan lain. Ia ingin terus bekerja hingga pada saatnya nanti waktu
juga yang akan menghentikannya.
”Ada saatnya aku akan berhenti bekerja. Tenagaku tak akan selamanya kuat.
Jika saat itu tiba, maka aku akan berhenti. Tak ada yang bisa melawan takdir.
Setiap orang akan terus bertambah menjadi tua, bukan sebaliknya. Apa yang aku
kerjakan saat ini untuk memberikan contoh kepada anak-anakku bahwa hidup itu
harus tetap diperjuangkan. Harus tetap diisi dengan kerja dan kegiatan positif”,
ucapnya panjang lebar saat ditanya mengapa masih tetap bekerja di usia setua
itu.
Ia menambahkan, ”menurut nabi, tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah. Memberi lebih baik dari pada meminta. Meski anak-anak memberi dengan
ikhlas, tetapi hati kecilku yang tidak bisa menerima. Itu bukan pelajaran yang
baik bagi anak-anak. Aku melakukannya untuk menjadi pegangan bagi mereka agar
nanti jika mereka sudah tua masih tetap memegang prinsip hidup seperti yang aku
jalani. Jangan menggantungkan hidup pada orang lain, meski pada anak sendiri.
Kecuali jika kita sudah benar-benar tidak mampu”.
Obrolan pun berubah arah. Kali ini tentang kehidupan si sopir tua yang
ternyata mempunyai 3 orang istri. Si bapak berkopiah semakin penasaran dengan
meminta ”resep” apa yang membuat si sopir mempunyai daya tarik tersendiri. Pak
sopir tidak terpancing. Ia hanya menjawab diplomatis, bahwa ada amalan yang
harus dipakai. Bahwa kehidupan telah ada yang mengatur. Rezeki, jodoh, hidup
dan mati sudah ada yang mengatur. Kita tinggal berusaha semaksimal mungkin
untuk meraihnya. Dan, harapan di bapak berkopiah untuk mendapatkan bocoran
amalan tentang rahasia beristri banyak, tidak kesampaian meski berkali-kali
memancing dengan berbagai pertanyaan. Hal ini membuat aku tersenyum geli
melihat ekspressi kecewa dari si bapak meski telah berusaha dengan berbagai
cara. Terkadang, meski topik telah berpindah, si bapak masih juga kembali pada
topik ”amalan” tadi.
Amalan yang selalu diterapkan adalah sholawat nabi dan doa-doa agar diberi
keselamatan. Selama puluhan tahun menjadi sopir, belum pernah ada kecelakaan
yang menimpanya. Ia sering mengambil penumpang, bahkan yang tidak mempunyai
uang sekalipun, dianggapnya sebagai sedekah. Katanya, ada penumpang yang saat
turun dari mobil hanya membayar dengan ucapan ”terima kasih”. Ia pun tidak ikut
antri di terminal untuk menunggu penumpang. Menurutnya, rezeki ada di sepanjang
jalan. Dan benar saja, mobil yang semula kosong saat dari Grogot, menjadi penuh
dengan penumpang saat dalam perjalanan. Belakangan diketahui, ternyata si sopir
sudah menunaikan ibadah haji. Mobil yang aku tumpangi juga ternyata milik
sendiri sehingga tidak perlu terlalu ngotot mengejar setoran.
Perjalanan ini menyadarkan bahwa pengalaman, hikmah, kebijaksanaan, dapat
diperoleh di mana saja, termasuk di angkutan umum sekalipun. Hikmah bisa
diperoleh dari siapa saja, bahkan dari seorang sopir tua sekalipun.
Efek dari obrolan yang mengasyikkan itu adalah perjalanan menjadi lebih
lambat. Laju mobil yang kami tumpangi pun semakin lambat, seolah ikut meresapi
perbincangan yang mengalir asyik. Meski awalnya aku agak kesal karena jarak
tempuh menjadi lebih lama, tetapi akhirnya ikut hanyut mendengarkan percakapan
kedua orang tua tersebut. Percakapan yang penuh hikmah dan mengocok perut kami.
Hitung-hitung, ini juga kesempatan untuk menimba kebijakan dan pengalaman hidup
dari orang tua.
Seperti kata pak sopir tua bahwa ”ada saatnya perjalanan terhenti”, pada
akhirnya perjalanan kami benar-benar terhenti di pelabuhan feri Penajam yang
ditempuh dengan perjalanan lebih dari waktu normal, 6 jam. Wow....
Hikmah yang terserak di
sepanjang perjalanan
~Terima kasih Pak Sopir Tua
atas sharing pengalaman hidup~
~NS~
Minggu, 18 November 2012
la Viola ala Grogot
la Viola di Bumi Buen Kesong
Pernahkah Anda mendengar tentang
la Viola? Bagi penggemar sepak bola Serie A Italia, pasti tahu tentang la
Viola. Apalagi jika Anda adalah fans klub sepakbola Fiorentina. Ya, la Viola adalah nama pendukung klub yang
bermarkas di Kota Firenze Italia tersebut.la
viola berarti ungu. Ungu mendominasi warna jersey kebesaran klub yang membesarkan nama Gabriella Batistita itu.
Ternyata, la Viola tidak hanya milik kota Firenze. Dalam versi yang berbeda, la Viola juga terdapat di Kota Tanah Grogot Kabupaten Paser,
Kalimantan Timur. Itulah kesan pertama yang tertangkap saat saya berkunjung
selama tiga hari ke Tanah Grogot beberapa waktu lalu. Kabupaten yang memiliki
semboyan “Paser Buen Gesong” yang berarti “Paser Berhati baik” ini didominasi
oleh warna ungu, khususnya pada gedung-gedung pemerintahan sarana umum dan layanan publik hingga trotoar jalan. Bahkan,
lihatlah, Kantor Bupati dihiasi dengan warna umum mulai dari gedung utama
hingga lapangan upacara. Ya, lapangan upacara pun berwarna ungu, membentuk
sebuah pemandangan unik.
Entah apa yang membuat Kabupaten
ini mengambil ungu sebagai warna khas. Menurut penuturan warga setempat, warna
ungu adalah paduan atau pencampuran warna dari koalisi dua parpol besar yang
mengusung pasangan Bupati dan Wakil Bupati saat ini yang telah memimpin dua
periode. Entah benar atau tidak, masih perlu penjelasan selanjutnya. Mungkin
saja ada penjelasan filosofis yang lain. Nanti, kalau kembali ke Grogot akan
kutanyakan kembali alasan filosofisnya.
Geliat pembangunan di Tanah
Grogot sangat terasa saat memasuki wilayah Kota Grogot. Anda akan disuguhi
pemandangan artistik landscape kota.
Dari jauh, terlihat deretan bangunan megah yang dihiasi dengan sebuah kolam
atau “danau besar” di depannya. Bangunan Rumah Sakit Umum Daerah dan bangunan
pemerintahan lainnya, yang tentu saja bisa dikenali dari ciri khasnya, warna
ungu!. Jika malam hari tiba, kerlip cahaya lampu jalan yang berjejer rapi
semakin menambah indahnya panorama bagian pintu masuk paling depan dari kota ini. Patut ditunggu,
keindahan seperti apa yang disuguhkan jika proyek pembangunan berbagai gedung
milik pemerintah ini telah selesai, karena saat ini sedang dalam tahapan
pembangunan.
Di bagian belakang kota, Anda bisa menikmati
jajanan yang berjejer di sepanjang tepian sungai. Anda juga bisa menikmati
pemandangan sungai dengan latar belakang jembatan megah dengan konstruksi
lengkung dan diberi paduan warna hijau dan ungu. Di bagian depan jembatan,
terdapat tugu yang sisinya membentuk segitiga dan diatasnya berdiri kokoh patung
putri kesong.
Jika berdiri membelakangi sungai,
akan terlihat keindahan bangunan bekas MTQ yang terbuat dari beton dan
berlantai keramik. Bangunan ini memiliki banyak pintu dengan satu gerbang
utama. Di sisi kiri kanan gerbang utama terdapat pilar tiang masing-masing tiga
buah. Jumlah enam pilar ini melambangkan rukun Iman. Terdapat pula lima kubah besar berwarna
hijau yang melambangkan rukun Islam serta kubah-kubah kecil yang keseluruhannya
berjumlah 17 buah. Jumlah ini melambangkan jumlah rakaat dalam shalat lima waktu. Jumlah
pintunya banyak, entah berapa jumlahnya saya belum sempat menghitungnya.
Bangunan MTQ yang dibangun beberapa tahun lalu itu sekilas mirip Taj Mahal di
India yang sangat fenomenal itu. Tentu saja dengan keunikannya tersendiri,
berwarna ungu!.
Inilah keunikan tersendiri dari
Tanah Grogot, bumi buen kesong. Bumi Paser Berhati Baik. Kabupaten yang
didominasi warna ungu. Sampai kapan warna ungu ini akan tetap dominan menghiasi
daerah ini? Patut ditunggu perkembangan selanjutnya seusai periode kepemimpinan
sekarang. Karena sebelumnya hijau menjadi warna dominan yang menghiasi
gedung-gedung pemerintahan dan sarana umum. Saya membayangkan Tanah Grogot
berubah menjadi biancoceleste alias
biru langit. Biancoceleste adalah
sebutan bagi tim lain dari klub sepakbola Italia, Lazio (maklum, Saya adalah seorang laziale, sebutan bagi para fans Lazio).
Apakah warna ungu akan berganti dengan warna lain? Ataukah satu saat nanti biancoceleste benar-benar akan hadir di
Kabupaten Pasir? Wallahu’alam.
Kamis, 15 November 2012
Jumat, 09 November 2012
BERCERMIN PADA MASA LALU
Peristiwa yang
pernah terjadi mungkin bisa dilupakan, tapi tak mungkin dihilangkan. Ia akan
tetap ada dan harus dijadikan cermin
“Kukatakan pada kalian seperti
apa yang diucapkan Yusuf kepada saudara-saudaranya. Pergilah! Kalian semua
bebas!”, ujar Rasulullah saw lantang dihadapan ribuan penduduk Makkah.
Rasulullah memaklumatkan amnesti
untuk kaum Quraisy atas sikap mereka memusihi kaum muslimin sebelumnya. Hanya
beberapa nama saja yang dijatuhi hukuman mati. Nama Ikrimah bin Abu Jahal
tercantum dalam urutan pertama. Karenanya, ia melarikan diri ke Yaman.
Sementara itu, Ummu Hakim, istri
Ikrimah dan sepuluh orang wanita Quraisy, menghadap Rasulullah. Mereka memohon
pengampunan dan menyatakan bai’at dihadapan beliau. Dalam pertemuan itu, Ummu
Hakim memintakan pengampunan untuk suaminya.
Setelah pertemuan itu, Ummu Hakim
segera berangkat mencari suaminya, ia berhasil menemukan Ikrimah di pantai laut
Merah. Saat itu, Ikrimah sedang bersiap-siap berlayar. Sang istri segera
membawanya kembali menghadap Rasulullah saw yang memang telah memaafkannya. Di
hadapan Rasulullah saw, Ikrimah mengucapkan syahadat dan menyesali
perbuatannya. “Demi Allah, kalau umurku panjang, semua nafkah yang dulu
kukeluarkan untuk merintangi jalan Allah, akan kulipatkandakan di jalan Allah”,
tekad Ikrimah.
Ikrimah menepati janjinya.
Setelah masuk Islam, ia menjadi hamba yang rajin beribadah. Seringkali ia
menangis dengan air mata berlinang merenungi ayat suci Al-Qur’an yang
dibacanya. Ia menggabungkan diri dalam setiap perang, bahkan berdiri di garda
terdepan.
Ketika terjadi perang Yarmuk,
Ikrimah maju berperang habis-habisan. Melihat tindakan nekad itu, Khalid bin
Walid yang menjadi panglima pasukan segera mengejar. “Ikrimah, engkau jangan
bodoh! Kembali! Kematianmu adalah kerugian besar bagi kaum muslimin.
namunIkrimah tidak memperdulikan
peringatan tersebut. “Biarkan saja ya JKhalid! Biarkan saya menebus dosa-dosa
yang telah lalu. Saya telah memerangi Rasulullah dalam beberapa medan peperangan.
Pantaskah setelah masuk Islam saya lari dari tentara Romawi ini? Tidak!
Sekali-kali tidak!”. Kemudian ia berteriak, “Siapakah yang berani mati bersama
saya?”. Beberapa orang segera melompat ke samping Ikrimah. Kemudian menerjang
ke depan, menghalau pasukan lawan yang terus maju. Akhirnya, mereka berhasil
memukul mundur pasukan Romawi.
Di akhir pertempuran, di bumi
Yarmuk berjejer tiga mujahid muslim dalam keadaan kritis. Mereka yang menderita
luka yang sangat parah itu adalah Al Harits bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah
dan Ikrimah bin Abu Jahal.
Al Harits minta air minum. Ketika
air didekatkan ke mulutnya, ia melihat Ikrimah dalam keadaan seperti yang ia
alami. “Berikan dulu air kepada Ikrimah!” ujar Al Harits.
Ketika air didekatkan ke mulut
Ikrimah, ia melihat ‘Ayyasy menengok kepadanya. “Berikan dulu kepada ‘Ayyasy!”
ujarnya.
Ketika air minum didekatkan ke
mulut ‘Ayyasy, dia telah meninggal. Orang yang memberikan air minum segera
kembali ke hadapan Harits dan Ikrimah,namun keduanya pun telah meninggal.
Ikrimah bukanlah satu-satunya
sahabat Rasulullah yang mempunyai masa kelam. Umar bin Khaththab juga punya
masa-masa gelap yang begitu membekas dalam ingatannya. Tak jaran ia menangis
terisak lantaran masa lalunya. Air matanya berderai ketika mengenang anak
perempuannya yang ia kubur hidup-hidup. Sering ia menangis sendirian di tengah
sepinya malam saat mengingat sikapnya kepada Rasulullah dan kaum muslimin.
Setiap orang punya masa lalu. Ada yang buruk dan ada
yang baik. Seorang manusia tak bisa menghilangkan sejarah dan masa lalunya.
Semua yang pernah terjadi mungkin bisa dilupakan, tetapi tak mungkin
dihilangkan. Ia akan tetap ada dan menjadi cermin bagi pelakunya sendiri atau
orang lain.
Dalam Islam, masa lalu tak boleh
dijadikan catatan sejarah semata. Ia harus memberikan manfaat. Diantaranya,
masa lalu dapat dijadikan cermin. Pelaku atau orang lain, harus menjadikan masa
lalu sebagai kaca untuk melihat diri. Apa yang buruk di masa lalu, tak boleh
lagi terulang. Apa yang terlihat baik, harus ditingkatkan.
Para
sahabat Rasulullah saw adalah sosok-sosok yang begitu nyata menjadikan masa
lalau sebagai cermin. Semangat mereka begitu besar untuk menebus kesalahan masa
lalu. Hampir semua sahabat yang dulunya memusihi Rasulullah saw, menjadi
pendukung setia kaum muslimin setelah mereka memeluk Islam. Masa lalu,
seharusnya menjadi seperti bahan bakar yang terus memacu menuju perbaikan.
Selain sebagai cermin, masa lalu
adalah juga kumpulan anak tangga sejarah yang harus disambung dengan jenjang
berikutnya. Apa yangn terjadi hari ini akan menjadi masa lalu yang teramat
berharga bagi generasi berikutnya. Hari ini akan menjadi salah satu jenjang
asari anak tangga sejarah yang harus disambung.
Masa lalu yang paling dekat
dengan kita adalah masa lalu diri sendiri. Tak yang banyak mengetahi secara
detil baik, buruk dan pahit, manis hidup, kecuali diri kita sendiri. Selayaknya,
jangan orang lain yang mengambil cermin hidup kita, tetapi kita sendiri yang
berkaca. Teramat malang
nasib seseorang kala dirinya hanya menjdi cermin bagi orang lain. Betapa
beruntungnya seseorang saat menjadikan masa lalu dirinya dan orang lain sebagai
cermin untuk menata hidup. Agar masa lalu bersih dan menjadi cermin bagi semua
orang, hari-hari yang sedang kita lewati harusdiisi dengan kebaikan. Sebab,
detik-detik yang sedang kita titi, dalam sekejap akan menjadi masa lalu yang
tak pernah kembali.
Seperti disabdakan Rasulullah
saw, manusia hanya akan menjadi salah satu dari empat jenis.”Diantara manusia
ada yang dilahirkan dalam keadaan beriman, hidup sebagai seorang mikmin, dan
meninggal sebagai seorang mukmin. Ada
yang dilahirkan dalam keadaan kafir, hidup dalam keadaan kafir, dan meninggal
dalam kekafiran. Ada
yang lahir dalam keadaan beriman, hidup sebagai mukmin, dan mati dlama
kekafiran. Ada
juga yang lahir dalam kekafiran, hidup sebagai orang kafir dan meninggal dalam
keadaan beriman”, (HR Tirmidzi, Ahmad dan Hakim).
Setiap orang berhak memilih
keempat jenis tersebut. Setiap orang berhak memilih jalan hidupnya.Allah
berfirman, “Dan katakanlah, ‘Kebenaran itu datang dari Tuhanmu; maka siapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan siapa yang ingin (kafir), biarlah ia
kafir’. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka,
yang gejolaknya mengepung mereka”. (QS al-Kahfi : 29).
Akhirnya, marilah kita bercermin
pada masa lalu, bekerja untuk hari ini, dan menata hari esok. Itulah cara kita
mengisi hidup.
Disadur dari
Majalah Sabili Edisi 25 September 2003
Langganan:
Postingan (Atom)
JEJAK PEDULI DI TEKASALO
JEJAK PEDULI DI TEKASALOKemitraan – KBCF. Program yang baik adalah yang mampu menciptakan kemandirian. Begitulah... Posted by Salim L...
-
NEGERI NIRWANA ITU BERNAMA MALUKU Serpihan kenangan di Jazirah Para Raja Nusaniwe Tanjung Alang Labuan Raja Pasir putih Tanjung...
-
Ini adalah kali kedua aku meginjakkan kaki ke Bumi Buen Kesong, Tanah Grogot Kabupaten Paser. Tak ada yang berubah dari daerah yang se...